Connect with us

YOGYAKARTA

Pemimpin Masa Kini Harus Jeli Pada Perubahan

Published

on

Pemimpin Masa Kini Harus Jeli Pada Perubahan

Yogyakarta – Pemerintah atau pemimpin birokrasi saat ini harus bisa menjadi pemimpin-manajer (Leader Manager) atau dalam bahasa pemerintahan disebut manajer pembangunan bangsa. Tidak hanya mengikuti standar manajemen, pemimpin harus memikirkan visi ke depan agar jeli terhadap  perubahan.

Gubernur DY Sri Sultan Hamengku Buwono X mengungkapkan hal ini pada Executive Training Optomizing Collaborative Leadership Kementerian Keuangan RI, Rabu (06/07) di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta. Executive Training yang diikuti oleh 30 orang pejabat Eselon 1 dan 2 di lingkungan Kemenkeu ini bertujuan untuk memantapkan jiwa kepemimpinan para pejabat.

Menurut Sri Sultan, perubahan mutlak terjadi, termasuk pada dunia pemerintahan dan politik. Faktor-faktor seperti pergulatan, gejolak, fluktuasi, konjungtur, pilihan yang sulit, ketidakpastian, kejutan, bahkan krisis harus diantisipasi oleh pemimpin. Oleh kaena itu, dalam manajemen pemerintahan, berorientasi pada pengembangan SDM dengan mengangkat harkat dan martabat kemanusiaan serta memberi peluang lebih besar untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan menjadi hal yang mutlak dilakukan.

“Seorang pemimpin yang berfungsi sebagai Manajer Pembangunan Bangsa harus memiliki kemampuan intelektual, sehingga memahami dengan jelas misi dan visi bangsanya serta bagaimana ia mengaktualisasikan misi dan visi demi membangun kesejahteraan bangsa. Oleh sebab itu pula, ia pun harus mampu menggunakan keunggulan kompetitif dalam berbagai leading sectors di arena global yang semakin kompetitif pula,” papar Sri Sultan.

Pemimpin masa depan menurut Sri Sultan harus bisa menumbuhkan menumbuhkan kreativitas, prakarsa dan swadaya masyarakat. Pemimpin harus meneguhkan komitmennya sebagai bangsa yang bermasyarakat majemuk dan bernegeri kepulauan yang amat luas dengan beragam suku seperti Indonesia. Proses demokratisasi, pemberdayaan pembangunan masyarakat dan civil society merupakan hal-hal yang tidak bisa ditawar untuk ditangani secara serius oleh pemimpin.

Apalagi menurut Sri Sultan, kondisi negara besar seperti Indonesia sangat rentan. Indonesia tidak hanya besar dalam angka statistik atau luas negara. Tetapi Indonesia juga besar dalam skala jumlah permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat. Artinya, sewaktu-waktu permasalahan-permasalah bisa muncul bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga apabila tidak ditangani oleh pemimpin yang mumpuni.

“Indonesia memang membanggakan, tetapi sarat masalah paradoksal. Falsafah kita Pancasila adalah ingin memelihara semangat gotong royong serta mengedepankan kemufakatan dalam musyawarah, tetapi di dalam keseharian banyak yang lebih suka melakukan rekayasa dan adu domba,” terang Sri Sultan.

Bertolak dari analisis itu, Indonesia membutuhkan tokoh kepemimpinan yang mampu menjadi pemersatu. Bukan karena kekuasaannya, tetapi karena kearifan dan kebijaksanaannya. Karenanya pemimpin harus memahami nilai-nilai kebhinekaan bangsa yang telah disatukan oleh semangat Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemimpin harus punya visi jauh ke depan melintasi Abad ke-21, di mana bangsa ini akan dihadapkan pada dua tantangan yang nyaris berbalikan yaitu mengaktualisasikan nasionalisme di tengah-tengah tarikan arus besar globalisasi. Pemimpin itulah yang diharapkan untuk menjadi pemersatu, oleh sebab dipercaya dan dicintai oleh bangsanya maupun dipercaya oleh dunia internasional.

“Pemimpin Masa Depan Bangsa Indonesia itu, siapa pun dia, haruslah atas ridha Tuhan Sang Maha Pencipta semata, sebagai syarat kualitatif lulusnya laku dalam lakon pengabdiannya kepada bangsa selama ini,” ucap Sri Sultan mewanti-wanti.

Sementara itu, Direktur Lead and Beyond Kemenkeu RI Wiweko Adi Nugroho mengatakan, pihaknya memilih untuk bertandang ke DIY dan menemui Sri Sultan untuk belajar leadership karena keistimewaan DIY. Para pejabat Eselon 2 Kementerian Keuangan dari semua unit Eselon 1 ini memang sangat ingin mempelajari bagaimana gaya kepemimpinan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurutnya, Sri Sultan tidak hanya memimpin ASN tapi juga membangun hubungan harmonis dengan masyarakat DIY. Penggabungan antara leadership style dengan budaya itulah yang menurut Wiweko dan tim menjadi unik dan autentik.

Dari apa yang disampaikan Sri Sultan, Wiweko mengatakan sangat relevan dengan kondisi saat ini. Apa yang telah diberikan oleh Gubernur DIY ini akan menjadi bekal penting bagi pejabat-pejabat di Kemenkeu RI.

“Teman-teman di Jogja harus bersyukur memiliki beliau karena kami melihat beliau ini adalah sosok leader sosok pemimpin yang bisa menjadi panutan. Transfer knowledge dari beliau kepada kami sangat berarti. Wejangan dari seorang tokoh pelaku pembangunan bangsa seperti Sri Sultan ini merupakan kesempatan berharga untuk kita mengadopsi model kepemimpinan santun ala beliau,” tutup Wiweko. (jogjaprov.go.id)

Copyright © 2022 Jogjaterkini.com